Kamis, 28 Oktober 2010

GUNUNG MERAPI MELETUS,MBAH MARIJAN MENINGGAL

SLEMAN. Gunung Merapi di Jawa Tengah akhirnya meletus. Letusan ini ditandai dengan hujan abu dan luncuran wedhus gembel atau awan panas dari perut Gunung Merapi, kemarin petang.
Lontaran awan panas ini kali pertama terdeteksi pukul 17.15 WIB dan meluncur ke arah selatan. Kejadian ini sontak membuat warga yang tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) kalang kabut.
sebelum awan panas meluncur, di sekitar lereng Merapi terjadi hujan deras. Bahkan langit  tertutup mendung. Sehingga saat awan tersebut keluar dan meluncur ke arah Selatan, tidak banyak yang tahu.
Selain awan panas, suara gemuruh yang juga terdengar makin keras. Suara tersebut dipicu adanya guguran meteri vulkanik akibat tekanan dari magma bumi. Sehingga terjadi longsor yang cukup besar.
Nahasnya, juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan, belum juga turun sekalipun gunung ini telah mengeluarkan awan panas. Beberapa penduduk di Desa Cangkringan, Seleman, tempat Mbah Maridjan tinggal, juga dilaporkan terluka bakar.
Wakil Bupati Sleman, Yuni Rahayu menuturkan, sampai pukul 22.30 WIB malam tadi, belum tampak ada Mbah Maridjan di lokasi pengungsian. Padahal penduduk lereng Merapi yang luka bakar terus berdatangan dan dilarikan ke RS Panti Nugroho, Sleman.
Tak diketahui di mana Mbah Maridjan berada. Bahkan ia dikabarkan hilang bersama sejumlah kerabatnya. "Mbah Maridjan masih di atas, belum mengungsi," ujar Yuni.
Yuni menuturkan, dirinya tidak berniat menjemput Mbah Maridjan. Ia pun yakin, Mbah Maridjan akan turun sendiri jika merasa sudah mendesak. "Mbah Maridjan diminta turun oleh Sri Sultan saja tidak mau, apalagi saya," ujar Yuni.
Tebal debu vulkanik di sekitar rumah Mbah Marijan mencapai sekitar lima centimeter. Kondisi Mbah marijan belum diketahui. "Namun, keluarganya sudah mengungsi di barak pengungsian.
Pada saat Gunung Merapi bergejolak tahun 2006 silam, Mbah Maridjan memilih tinggal di kediamannya bersama para pengikutnya. Waktu itu prediksi Mbah Maridjan tepat, Gunung Merapi tak jadi meletus.
Dilaporkan pula, ada beberapa warga desa Mbah Maridjan yang terluka bakar. Sekujur tubuh mereka melepuh akibat terkena awan panas.  Tak cuma itu, belasan tetangganya juga tewas dengan kondisi mengenaskan. Diprediksi, akibat letusan Merapi, sudah puluhan orang meninggal dunia.
Sampai saat ini wedhus gembel dari aktivitas Gunung Merapi terus membawa korban. Setidaknya ratusan warga mengalami luka bakar dan dilarikan ke RS Panti Nugroho, Sleman.
Sementara itu, warga yang sejak dua hari lalu sudah berkemas, tadi malam langsung menuju lokasi pengungsian. Mereka diangkut menggunakan truk yang sudah disiapkan di setiap RT. Kondisi awas memang cepat, sehingga diperlukan langkah sigap untuk mengantisipasi kemungkinan buruk yang terjadi.
Sebelumnya, tanda-tanda meletusnya Merapi terlihat jelas. Ini ditunjukkan pada perkembangan aktivitas di puncak gunung setiap menitnya terus meningkat. Magma yang berada di perut Merapi pun sudah mendekati kubah.
Tanda-tanda lain, guguran lava mengalami peningkatan signifikan. Terlebih, di puncak Merapi mengalami pembengkakan baru ke arah utara (Boyolali). Dengan kondisi ini, kemungkinan besar lereng Merapi sebelah utara (Boyolali) terkena dampak letusan.
"Di bagian puncak Merapi, sehari kemarin terus mengeluarkan asap pekat. Fenomena ini yang dinamakan bahwa magma sudah semakin mendekat ke kubah puncak Merapi. Pengamatan kami memang asap pekat sebagai tanda magma sudah naik," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta, Subandriyo.
Sementara itu, hujan abu yang terjadi hingga radius 40 km dari puncak Merapi, membuat warga mengungsi ke tempat yang lebih aman. Namun cuaca mendung yang menyelimuti Gunung Merapi, seharian membuat warga dan petugas gagal mengantisipasi dampak letusan merapi.
Akibatnya, seorang balita berusia enam bulan bernama Ilham Azza meninggal dunia lantaran evakuasi telat dilakukan. Anak dari pasangan Sriyanto dan Romlah warga Dusun Gedangan Desa Ngargosoko ini akhirnya meninggal dunia akibat sesak nafas.
"Saat evakuasi anak ini dalam gendongan saya. Sejak dari atas dia tidak mendapatkan masker," kata bibi korban, Trubus, tadi malam.
Selain itu, sebanyak 21 warga lainnya juga dirawat di Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muntilan. Rata-rata mereka syok dan mengalami gangguan pernapasan akibat hujan abu. Korban yang dirawat didominasi oleh perempuan dan lansia yang berusia diatas 50 tahun.
Sementara itu, puluhan korban juga menderita luka bakar akibat awan panas.  "Hujan abu yang terjadi berada pada level yang cukup tinggi. Sehingga bagi mereka yang terkena dapat berakibat gangguan pernafasan. Untuk itu, mutlak harus mengunakan masker," kata Plt Dirut RSUD Muntilan, dr Sasongko, kemarin.
Terpisah, Petugas Balai Penyelidikan dan Penelitian Tekhnologi Kegunungapian di Pos Pengamatan Gunung Merapi, Yulianto mengatakan merapi sudah mengalami masa erupsi. Dari pantuan di tempatnya bertugas, sejak pukul 17.02 WIB sudah muncul awan panas yang mengarah ke barat. Namun, kondisi ini sulit terdeteksi lantaran cuaca yang mendung.
Selain itu, 2 laki-laki juga ditemukan tewas akibat terkena awan panas.
Jasadnya sudah dalam kondisi meringkuk dan tertutup lapisan debu vulkanik saat dievakuasi. 
Kedua korban diketahui berjenis kelamin pria. Kulit pada tungkai dan lengan terlihat menyatu akibat tersengat awan panas dengan ekpresi wajah yang menyiratkan tengah menahan rasa sakit luar biasa.
Lapisan debu vulkanik menutupi luka bakar yang menimpanya. "Ini kami evakuasi dari desa Kinah Rejo," kata petugas SAR di UGD RS Panti Nugroho, Jl Kaliurang km.17, Sleman, Selasa (26/10/2010).
Tidak lama kemudian, secara berturut-turut datang empat korban luka bakar dalam kondisi hidup. Salah seorang di antara mereka adalah sukarelawan yang pada saat kejadian sedang melakukan evakuasi terhadap warga desa Kali Tengah.
Tiga lainnya adalah dua orang pria dan seorang nenek. Ketika keluar dari ambulan, seluruh tubuhnya dibungkus selimut dan bagian kepala berlapis debu vulkanik. "Mereka dari Desa Kinahan, desa tempat tinggal Mbah Maridjan," jelas petugas SAR. (jpnn/dtc)



FOTO MBAH MARIJAN MENINGGAL DUNIA
Keberadaan Mbah Maridjan akhirnya dapat diketahui. Juru kunci gunung Merapi tersebut ditemukan sudah meninggal dunia dalam posisi bersujud dan penuh dengan luka bakar didalam dapur rumahnya pada tadi pagi Rabu, 27 Oktober 2010, jam 05.00 WIB setelah letusan gunung Merapi menerpa rumahnya..

Lokasi kediaman Mbah Maridjan terletak di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman. Kediaman juru kunci yang bergelar Mas Panewu Suraksohargo itu hanya lima kilometer dari puncak letusan Gunung Merapi.

Pada malam saat gunung merapi meletus 26 Oktober 2010, tim evakuasi sempat mengajak Mbah Maridjan untuk mengungsi, namun beliau terus menolak "Kalau saya ikut ngungsi akan ditertawakan anak ayam" ujar Mbah Maridjan. Mbah Maridjan menolak mengungsi karena tugasnya sebagai juru kunci gunung Merapi.



Mbah Maridjan meninggal dunia dalam usia 83 tahun, sosok beliau sendiri merupakan sosok yang fenomenal ketika sebelumnya juga pernah menolak mengungsi ketika Gunung merapi meletus tahun 2006, keberaniannya saat itu menjadikan mbah Maridjan sebagai simbol keberanian masyarakat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar